BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ips adalah bidang studi
yang berhubungan erat dengan berbagai aspek manusia. Baik kajian nya dengan
sosiologi, sejarah, ekonomi, antropologi ataupun geografi. Ips memberikan
banyak gambaran tentang segala masalah yang ada pada masyarakat, diantaranya
yaitu perbedaan gendre, kemiskinan, konflik social, kriminalitas, serta masih
banyak lagi. Namun permasalahan yang ada adalah ketika manusia tidak mampu
mencakup semua ranah yang harusnya sebagai kunci dari pembelajaran ips itu
sendiri, yakni ranah kognitif, afektif, serta psikomotorik. Agar apa yang telah
menjadi keinginan untuk menyeimbangkan segala aspek manusia dapat terwujud
dengan baik. Pada pembahasan kali ini kami hanya akan menjelaskan hubungan
sosiologi dengan IPS, sebagai salah satu ilmu penunjang IPS.
B.
Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan,
maka tentulah ada masalah yang timbul dan menarik untuk dikaji. Adapun masalah itu
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apa
pengertian sosiologi?
2.
Apa
pengertian ips?
3.
Bagaimana
hubungan sosiologi dengan ips?
C. Tujuan
Penulisan
Berdasarkan pada permasalahan di
atas, maka tujuan pembahasan ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui pengertian sosiologi?
2.
Untuk
mengetahui pengertian ips?
3.
Untuk
mengetahui bagaimana hubungan sosiologi dengan ips?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sosiologi
Sosiologi mempelajari hubungan timbal balik antara individu
dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Objek
kajian sosiologi adalah masyarakat. Dalam memenuhi kebutuhan hidup kita
perlu melakukan interaksi dengan yang
lain. Nah sosiologi mempelajari hal tersebut dengan memberikan gambaran
realitas sosial secara ilmiah dengan maksud untuk membantu menyelesaikan
masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat.
Untuk lebih memahami tentang sosiologi kita akan membahas
pengertian dan sejarahnya.
1.
Pengertian Sosiologi
Secara etimologis, sosiologi berasal dari kata socius
(bahasa Latin: teman) dan logos (bahasa Yunani: kata, perkataan,
pembicaraan). Jadi secara harfiah, sosiologi adalah membicarakan,
memperbincangkan teman pergaulan. Lalu, bagaimana pengertian sosiologi menurut para
ahli sosiologi? Adapun pengertian sosiologi menurut para ahli adalah sbb:
a.
Auguste Comte :Sosiologi adalah suatu studi positif
tentang hukum-hukum dasar dari berbagai gejala sosial yang dibedakan menjadi
sosiologi statis dan sosiologi dinamis.
Istilah ‘sosiologi’ pertama kali digunakan oleh
Auguste Comte pada tahun 1839, seorang ahli filsafat kebangsaan Prancis.
Auguste Comte adalah orang yang pertama kali menggunakan istilah tersebut
sebagai pendukatan khusus untuk mempelajari masyarakat. Selain itu, dia juga
memberi sumbangan yang begitu penting terhadap sosiologi. Oleh karena itu para
ahli sepakat untuk menyebutnya sebagai ‘Bapak Sosiologi’. Mengapa? Memang harus
diakui bahwa Auguste Comte sangat berjasa terhadap ilmu sosiologi.
b.
Roucek dan Warren: Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan antar manusia dalam kelompok.
c.
Pitirim A. Sorokin: Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari:
- Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka
macam gejala sosial, misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga
dengan moral, hukum dengan ekonomi, dsb.
- Hubungan dan pengaruh timbal balik antara
gejala sosial dengan gejala non sosial (misalnya dengan gejala geografis,
biologis, dsb).
- Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala
sosial.
d. Emile Durkheim: Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari fakta sosial. Fakta sosial adalah cara bertindak, berpikir, dan
mampu melakukan pemaksaan dari luar terhadap individu.
e. Wiliam F. Ogburn dan Mayer F. Nimkoff:
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial
dan hasilnya yaitu organisasi sosial.
f. Paul B. Horton: Sosiologi adalah ilmu yang
memusatkan kajian pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok
tersebut.
g. Soerjono Soekanto: Sosiologi adalah ilmu yang
memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan
berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
h. Max Weber: Sosiologi adalah ilmu yang
berupaya memahami tindakan-tindakan sosial. Tindakan sosial adalah tindakan
yang dilakukan dengan mempertimbangkan dan berorientasi pada perilaku orang
lain.
i. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi:
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan
proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
j. J. A. A. Von Dorn dan C. J. Lammers:
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses
kemasyarakatan yang bersifat stabil.
k. Mayor Polak: Sosiologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari masyarakat secara keseluruhan, yaitu hubungan
antara manusia satu dengan manusia lain, manusia dengan kelompok, kelompok
dengan kelompok, baik kelompok formal maupun kelompok informal atau baik
kelompok statis maupun kelompok
dinamis.
l.
Hassan Shandily: Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup
bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang
menguasai kehidupan dengan mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama cara
terbentuk dan tumbuh, serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup serta
kepercayaan.
2.
Sejarah dan Perkembangan Sosiologi
a.
Selarah
istilah sosiologi
Pada tahun 1842: Istilah Sosiologi
sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis,
bernama August Comte tahun 1842 dan kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi.
Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat lahir di Eropa
karena ilmuwan Eropa pada abad ke-19 mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari
kondisi dan perubahan sosial. Para ilmuwan itu kemudian berupaya membangun
suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap tahap
peradaban manusia. Comte membedakan antara sosiologi statis, dimana perhatian
dipusatkan pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat dan
sosiologi dinamis dimana perhatian dipusatkan tentang perkembangan masyarakat
dalam arti pembangunan. Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat
luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka
antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies,
Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya berasal dari Eropa).
Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari
masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi.
Émile Durkheim — ilmuwan sosial Perancis
— berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis. Emile
memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi
berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan
sosial.
Pada tahun 1876: Di Inggris Herbert
Spencer mempublikasikan Sosiology dan memperkenalkan pendekatan analogi
organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu
organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain. Karl
Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap
konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan
masyarakat. Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang
berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun
perilaku manusia.Di Amerika Lester F. Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology.
b.
Sejarah
perkembangan sosiolog
Sosiologi termasuk ilmu yang paling muda
dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial yang ada. Sosiologi juga bersumber dari
filsafat. Filsafat merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan (mater
scientarium) semua ilmu pengetahuan yang kita ketahui selama ini . Filsafat
pada masa itu mencakup pula segala usaha pemikiran mengenai masyarakat. Makin
berkembangnya zaman dan tumbuhnya peradaban manusia, berbagai ilmu pengetahuan
yang semula tergabung dalam filsafat mulai memisahkan diri dan berkembang
menurut tujuan masing-masing.
Astronomi (ilmu tentang bintang-bintang)
dan fisika (ilmu alam) merupakan cabang-cabang filsafat yang pertama kali
memisahkan diri. Kemudian, diikuti oleh ilmu kimia, biologi, dan geologi. Pada
abad ke-19, dua ilmu pengetahuan baru muncul, yaitu psikologi (ilmu yang mempelajari
perilaku dan sifat-sifat manusia) dan sosilogi (ilmu yang mempelajari
masyarakat). Dengan demikian, timbullah sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang
di dalam proses pertumbuhannya dapat dipisahkan dari ilmu-ilmu kemasyarakatan
lainnya, seperti ekonomi dan sejarah.
Pemikiran terhadap masyarakat dan lambat
laun mendapat bentuk sebagai suatu ilmu pengetahuan yang dinamakan sosiologi,
pertama kali terjadi di Benua Eropa. Banyak usaha dilakukan manusia baik
bersifat ilmiah maupun nonilmiah yang membentuk sosiologi sebagai ilmu
pengetahuan dan berdiri sendiri. Beberapa faktor pendorong utama munculnya
sosiologi adalah meningkatnya perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat dan
perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat.
sosiologi di Amerika Serikat dihubungkan
dengan usaha-usaha untuk meningkatkan keadaan sosial manusia dan sebagai
pendorong untuk menyelesaikan persoalan yang ditimbulkan oleh kehahatan
pelanggaran, pelacuran, pengangguran, kemiskinan, konflik, peperangan, dan
masalah sosial lainnya. Banyak ahli sepakat bahwa faktor yang melatar belakangi
kelahiran sosiologi adalah adanya krisis yang terjadi di dalam masyarakat.
Laeyendecker, misalnya mengaitkan kelahiran sosiologi dengan serangkaian
perubahan di bidang sosial politik. Perubahan berkenaan dengna adanya reformasi
Marthin Luther, meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan modern,
berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri, terjadinya Revolusi Industri pada
abad ke-18, serta terjadinya Revolusi Prancis.
Pada abad ke-19 seorang filsuf bangsa
Prancis bernama Auguste Comte, telah menulis beberapa buku yang berisi
pendekatan-pendekatan umum untuk mempelajari masyarakat.
Dia berpendapat bahwa ilmu pengetahuan
mempunyai urutan-urutan tertentu berdasarkan logika. Setiap penelitian dilakukan
melalui tahap-tahap tertentu untuk mencapai tahap akhir, yaitu Ilmiah. Oleh
sebab itu, Auguste Comte menyarankan agar semua penelitian terhadap masyarakat
ditingkatkan menjadi suatu ilmu tentang masyarakat yang berdiri sendiri. Dari
kondisi tersebut, diartikan bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan
kemasyarakatan umum yang merupakan hasil akhir dari perkembangan ilmu
pengetahuan. Sosilogi lahir pada saat-saat terakhir perkembangan ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, sosiologi didasarkan pada kemajuan-kemajuan yang
telah dicapai oleh ilmu pengetahuan lainnya.
Lahirnya sosiologi tercatat pada tahun
1842, tatkala Auguste Comte menerbitkan buku berjudul Positive-philosophy.
Beberapa pandangan penting yang dikemukakan oleh Auguste Comte adalah
"hukum kemajuan manusia" atau "hukum tiga jenjang", Menurut
pandangan ini, sejarah akan melewati tiga jenjang yang mendaki.
1. Jenjang Teologi: Pada jenjang ini, manusia
mencoba menjelaskan gejal disekitarnya dengan mengacu pada hal-hal yang besifat
adikodrati
2. Jenjang Metafisika: pada jenjang ini, manusia
mengacu pada kekuatan-kekuatan metafisi atau abstrak.
3. Jenjang Positif :pada jenjang ini, penjelasan
gejala alam ataupun sosial dilakukan dengan mengacu pada deskripsi ilmiah.
Setengah abad setelah Herbert Spencer
mengembangkan suatu sistematika penelitian masyarakat dalam bukunya yang
berjudul Priciples of Sociology, istilah sosiologi menjadi lebih populer. Berkat jasa Herbert Spencer
pula, sosiologi akhirnya berkembang dengan pesat. Sosiologi berkembang dengan
pesat pada abad ke-20, terutama di Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat
walaupun arah perkembangannya di ketiga negara tersebut berbeda satu sama lain.
Sosilogi kemudian menyebar ke berbagai benua dan negara-negara lain termasuk
Indonesia.
B.
Ilmu Pengetahuan Sosial
IPS dapat diartikan
dengan “penelaahan atau kajian tentang masyarakat”. Dalam mengkaji masyarakat,
guru dapat melakukan kajian dari berbagai perspektif sosial, seperti kajian
melalui pengajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik-pemerintahan,
dan aspek psikologi sosial yang disederhanakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
1.
Pengertian IPS
Menurut Ischak, dkk (2005: 1.36), IPS adalah bidang studi
yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di
masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau suatu perpaduan.
Sifat IPS sama dengan Studi Social yaitu praktis, interdisipliner dan
dianjurkan mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
Rumusan tentang pengertian IPS telah banyak dikemukakan oleh
para ahli IPS atau Social Studies. Berikut pengertian IPS yang dikemukakan oleh
beberapa ahli pendidikan dan IPS di Indonesia.
a.
Moeljono Cokrodikardjo mengemukakan
bahwa IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu
sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni
sosiologi, antropologi, budaya, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu
politik dan ekologi manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional
dengan materi dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari.
b.
Nu’man Soemantri menyatakan bahwa
IPS merupakan pelajaran ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk pendidikan
tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Penyederhanaan mengandung arti: a) menurunkan
tingkat kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas
menjadi pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa sekolah dasar
dan lanjutan, b) mempertautkan dan memadukan bahan aneka cabang ilmu-ilmu
sosial dan kehidupan masyarakat sehingga menjadi pelajaran yang mudah dicerna.
c.
S. Nasution mendefinisikan IPS
sebagai pelajaran yang merupakan fusi atau paduan sejumlah mata pelajaran
sosial. Dinyatakan bahwa IPS merupakan bagian kurikulum sekolah yang
berhubungan dengan peran manusia dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai
subjek sejarah, ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, dan psikologi
sosial.
Dengan demikian, IPS bukan ilmu sosial dan pembelajaran IPS
yang
dilaksanakan baik pada pendidikan dasar maupun pada pendidikan tinggi tidak menekankan pada aspek teoritis keilmuannya, tetapi aspek praktis dalam mempelajari, menelaah, mengkaji gejala, dan masalah sosial masyarakat, yang bobot dan keluasannya disesuaikan dengan jenjang pendidikan masing-masing. Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Dengan demikian siswa yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia.
dilaksanakan baik pada pendidikan dasar maupun pada pendidikan tinggi tidak menekankan pada aspek teoritis keilmuannya, tetapi aspek praktis dalam mempelajari, menelaah, mengkaji gejala, dan masalah sosial masyarakat, yang bobot dan keluasannya disesuaikan dengan jenjang pendidikan masing-masing. Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Dengan demikian siswa yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia.
2.
Paradigma IPS
IPS merupakan studi yang mempelajari tentang masyarakat atau
manusia, dan merupakan ilmu pengetahuan sosial yang diambil dari ilmu sosial.
Ada tiga istilah yang termasuk bidang pengetahuan sosial yang terkadang membuat
kita bingung dengan istilah – istilah ini, yaitu: Ilmu Sosial ( Social Sciences ), Studi Sosial ( Social Studies ), dan Ilmu Pengetahuan
Sosial ( IPS ). Selain istilah
tersebut ada juga istilah yang kadang-kadang digunakan dalam menyebut bidang
studi IPS, yaitu: Social Education
dan Social Learning, yang menurut
Cheppy kedua istilah tersebut lebih menitik beratkan kepada berbagai pengalaman
disekolah yang dipandang dapat membantu anak didik untuk lebih mampu bergaul di
tengah-tengah masyarakat.
a. Ilmu Sosial (Social Science)
Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial
(Saidihardjo,1996.h.2) adalah sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri
disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertaraf akademis dan biasanya
dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”.
Menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial
merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial
secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan pada
kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah
cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara
perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah
ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai
anggota masyarakat.
IIS lebih menitik beratkan kepada
interdisiplin pada suatu bidang studi kajian disatu disiplin ilmu, seperti contoh
pada disiplin ilmu Antropologi.
b.
Studi
Sosial (Social Studies).
Berbeda dengan
Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin
akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan
masalah social. Tentang Studi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi
penjelasan sebagai berikut : Sudi Sosial tidak selalu bertaraf
akademis-universitas, bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak
pendidikan dasar dan dapat berfungsi sebagai pengantar bagi lanjutan kepada
disiplin-disiplin ilmu sosial. Studi Sosial bukan merupakan suatu
bidang keilmuan atau disiplin bidang akademis, melainkan lebih merupakan suatu
bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial yang terjadi pada
masyarakat.
Studi Sosial menurut Achmad Sanusi:
Adapun Studi Sosial tidak selalu bertaraf akademis-universiter,
bahkan dapat merupakan bahan-bahan pelajaran bagi murid-murid sejak pendidikan
dasar, dan dapat berfungsi selanjutnya sebagai pengantar bagi lanjutan kepada
disiplin-disiplin Ilmu Sosial. Studi Sosial bersifat interdisipliner, dengan menetapkan
pilihan judul atau masalah-masalah tertentu berdasarkan sesuatu rangka
referensi, dan meninjaunya dari beberapa sudut sambil mencari logika dari
hubungan-hubungan yang ada satu dengan lainnya. Sesuatu acara ditinjau dari
beberapa sudut komprehensif mungkin.”
Studi Sosial menurut John Jarolimek:
Tugas Studi Sosial sebagai suatu bidang studi mulai dari
tingkat Sekolah Dasar sampai ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dengan
tujuan membina warga masyarakat yang mampu menyelaraskan kehidupannya berdasarkan
kekuatan-kekuatan fisik dan social, serta membantu melahirkan kemampuan
memecahkan masalah-masalah social yang dihadapainya. Jadi, baik materi maupun
metode pembelajaran penyajiannya harus sesuai dengan misi yang diembannya.”
c.
Pengetahuan
Sosial (IPS)
Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980: 8) memberi batasan IPS
adalah merupakan suatu pendekatan interdsipliner (Inter-disciplinary Approach)
dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang
Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial,
sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih
ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996: 4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi
atau hasil perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi,
sejarah, sosiologi, antropologi, politik.
IPS lebih menitik beratkan kepada
pendekatan multidisipliner atau
interdisipliner, dimana topik-topik dalam IPS dapat dimanipulasi menjadi suatu
isu, pertanyaan atau permasalahan yang berperspektif interdisiplin.
Ilmu pengetahuan IPS yg dikenal di
Indonesia bukan Ilmu Sosial. Oleh karena itu, proses pembelajaran IPS pada
berbagai tingkat pendidikan tidak akan
menekankan pada aspek teoritis keilmuannya, melainkan lebih menekankan kepada
segi praktis mempelajari, menelaah serta mengkaji gejala dan masalah sosial
dengan mempertimbangkan bobot dan tingkatan peserta didik pada tiap jenjang. Pendekaatan yang dilakukan Studi Sosial sangat berbeda
dengan pendekatan yang biasa digunakan dalam Ilmu Sosial. Pendekatan Studi
Sosial bersifat interdisipliner atau multidisipliner dengan menggunakan
berbagai bidang keilmuan. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam Ilmu Sosial
( Social Sciences ) bersifat
disipliner dari bidang ilmunya masing-masing.
Terdapat sejumlah perbedaan antara Ilmu Pengetahuan Sosial (
IPS ) sebagai bidang studi dengan
Ilmu-Ilmu Sosial ( IIS ) sebagai
disiplin ilmu:
1. IPS sebagai disiplin ilmu seperti IIS, tetapi IPS lebih
tepat sebagai suatu kajian karena dalam IPS terdapat berbagai macam disiplin
ilmu social ( Sejarah, Geografi, Ekonomi, Antropologi, Ilmu Pemerintahan &
Politik )
2. Pendekatan yang dilakukan IPS adalah
melalui multidisipliner atau interdisipliner. Tidak seperti IIS yang
menggunakan pendekatan disiplin Ilmu atau monodisiplin ( memfokuskan dalam satu bidang
ilmu saja ).
3. IPS sengaja dirancang untuk kepentingan kependidikan, oleh karena itu keberadaan IPS lebih
memfokuskan kepada dunia persekolahan, Perguruan Tinggi, atau dipelajari di
masyarakat umum sekalipun.
4. IPS disamping
menggunakan IIS sebagai bahan pengembangan materi pembelajaran dilengkapi
dengan mempertimbangkan aspek psikologis-pedagogis.
Konsep “Social Studies” secara umum
berkembang di Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang telah menujukkan
reputasi akademis dalam bidang sosial, seperti dengan berdirinya National
Council for The Social Studies (NCSS) pada tanggal 20-30 November 1935. dalam
pertemuan ini, disepakati bahwa “Social Science as the Core of the Curriculum”
yaitu menempatkan bahwa social studies sebagai core curriculum. Sedangkan pada
tahun 1937, pilar historis-epiostemologis, social studies yang pertama, berupa
suatu definisi tentang “social studies” yang berawal dari Edgar Bruce Wesley
yaitu The Social Studies Are The Social Sciences Simplified Pedagogical Purpose
yang artinya bahwa “The Social Studies” adalah ilmu-ilmu sosial yang
disederhanakan untuk tujuan pendidikan. Kemudian dikembangkan bahwa social
studies berisikan aspek-aspek ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik,
sosiologi, antropologi, psikologi, ilmu geografi dan filsafat. Berdasarkan
pengamatan Edgar Bruce Wesley selama 40-an tahun bahwa bahwa bidang social
studies mengalami perkembangan dengan adanya ketakmenentuanm ketakberkeputusan,
ketakbersatuan, dan ketakmajuan terutama pada tahun 1940-1970-an.
Pada periode ini, merupakan periode
yang sangat sulit dalam menjalankan social studies. Antara tahun 1940-1950-an,
“social studies” mendapat serangan dari segala penjuru yang pada dasarnya
berkisar pada pertanyaan mesti atau tidaknya “social studies” menanamkan nilai
dan sikap demokratis kepada para pemuda. Pada tahun 1960-an timbul suatu
gerakan akademis yang mendasar dalam pendidikanm, yang secara khusus dapat
dipandang sebagai suatu revolusi dalam bidang social studies yang dipelopori
oleh para sejarawan dan ahli-ahli ilmu sosial. Kedua kelompok ilmuwan ini
terpikat oleh “social studies” karena pada saat pemerintahan federal
menyediakan dana yang sangat besar untuk pengembangan kurikulum. Dengan dana ini,
para ahli bekerja sama untuk mengembangkan proyek kurikulum dan memproduksi
bahan belajar yang sangat inovatif dan menantang dalam skala besar. Gerakan
akademis tersebut dikenal sebagai gerakan “The New Social Studies”.
Namun demikian, sampai tahun 1970-an
ternyata gagasan untuk mendapatkan The New Social Studies ini belum menjadi
kenyataan. Isu yang terus menerpa social studies adalah mengenai perlu tidaknya
indoktrinasi, tujuan pembelajaran yang saling bertentangan dan pertikaian
mengenai isi pembelajaran. Pada tahun 1940-1960 terjadinya tarik menarik antara
dua visi social studies, disatu pihak adanya gerakan untuk mengintegrasikan
berbagai disiplin ilmu sosial untuk tujuan citizenship education dan di lain
pihak terus bergulirnya gerakan pemisahan berbagai disiplin ilmu sosial yang
cenderung memperlemah konsepsi social studies education. Hal ini merupakan
dampak dari berbagai penelitian yang dirancang untuk mempengaruhi kurikulum
sekolah, terutama yang berkenaan dengan pengertian dan sikap siswa. Selain itu,
merupakan dampak dari opini publik berkaitan dengan perang dunia II, perang
dingin, dan perang korea serta kritik publik terhadap belum terwujudnya gagasan
John Dewey tentang pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam praktik
pendidikan persekolahan.
Gerakan The New Social Studies yang
menjadi pilar dari perkembangan Social Studies pada tahun 1960-an bertolak dari
kesimpulan bahwa “Social Studies” sebelumnya dinilai sangat tidak efektif dalam
mengajarkan substansi dan mempengaruhi perubahan siswa. Oleh karena itu,
sejarawan dan ahli-ahli ilmu sosial bersatu padu untuk bergerak meningkatkan
Social Studies kepada taraf higher level of Intellectual Pursuit yakni
mempelajari ilmu sosial secara mendasar. Dengan orientasi tersebut maka
dimulailah era modus pembelajaran Social Studies Education. Dari berbagai
pandangan mendorong timbulnya upaya mentransformasikan “Social Studies” ke
dalam “Social Science” dan mengajarkan sebagai disiplin Akademik yang terpisah.
Gerakan inilai yang mendorong berdirinya The Social Science Education
Concortium ( SSEC ) yang kemudian
menerbitkan bukunya yang pertama Concept and Structure in The New Social
Studies Curriculum.
Pada akhir 1960-an adanya perubahan
dari orientasi pada disiplin akademik yang terpisah-pisah ke suatu upaya untuk
mencari hubungan interdisipliner. Definisi “Social Studies” dan
pengidentifikasian “Social Studies” atas tiga tradisi pedagogis dianggap
sebagai pilar utama dari “Social Studies” pada tahun 1970-an. Dalam definisi
tersebut tersirat dan tersurat beberapa hal yaitu pertama Social Studies
merupakan suatu sistem pengetahuan terpadu, kedua misi utama Social Studies
adalah pendidikan kewarganegaraan dalam suatu masyarakat yang demokratis,
ketiga sumber utama kontek Social Studies adalah social sciences dan
humanities, keempat dalam upaya penyiapan warga negara yang demokratis (Barr
dkk, 1978) pada tahun 1980-1990-an pemikiran mengenal Social Studies yang
sebelumnya dilanda masalah, secara konseptual telah dapat diatasi.
Dilihat dari karakteristik dan tujuannya, Social Studies
Education atau Social Studies yang dipikirkan untuk abad ke-21 masih tetap
menempatkan pendidikan kewarganegaraan yaitu pengembangan Civic Responsibility
and Active Civic Participation sebagai salah satu esensinya. Pada tahun 1992, The
Board of Directors of The National Council fot The Social Studies mengadopsi
visi terbaru mengenai Social Studies yang kemudian diterbitkan dalam dokumen
resmi NCSS pada tahun 1994 dengan judul Expectations of Excellence; Curricullum
Standars for Social Studies.
C.
Hubungan Sosiologi dengan IPS
Sosiologi berasal dari kata Latin “socius” dan kata Yunani
“Logos”. Socius berarti teman dan logos berarti kata atau berbicara. Jadi
sosiologi berarti berbicara mengenai teman, yang dalam perkembangannya berarti
ilmu mengenai masyarakat. Sebagai ilmu sosial, keterkaitan IPS dengan ilmu
sosial adalah IPS mengambil materi sosiologi yang mempelajari masyarakat secara
keseluruhan dan hubungan antara individu
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Secara
etimologis, sosiologi berasal dari kata socius (bahasa Latin: teman)
dan logos (bahasa Yunani: kata, perkataan, pembicaraan). Jadi secara
harfiah, sosiologi adalah membicarakan, memperbincangkan teman pergaulan.
2.
IPS dapat diartikan dengan “penelaahan atau
kajian tentang masyarakat”. Dalam mengkaji masyarakat, guru dapat melakukan
kajian dari berbagai perspektif sosial, seperti kajian melalui pengajaran
sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik-pemerintahan, dan
aspek psikologi sosial yang disederhanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
3.
Sosiologi
berasal dari kata Latin “socius” dan kata Yunani “Logos”. Socius berarti teman
dan logos berarti kata atau berbicara. Jadi sosiologi berarti berbicara
mengenai teman, yang dalam perkembangannya berarti ilmu mengenai masyarakat.
Sebagai ilmu sosial, keterkaitan IPS dengan ilmu sosial adalah IPS mengambil
materi sosiologi yang mempelajari masyarakat secara keseluruhan dan hubungan
antara individu
B.
Saran
Untuk kesempurnaan pembuatan makalah
ini, pembaca di harapkan memberikan masukan-masukan yang reel agar supaya
makalah ini kedepannya bisa mendekati kesempurnaan, karena pembuat makalah ini
adalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kehilafan
DAFTAR PUSTAKA
Winata,
HUS. (2000). Pendidikasn Ilmu Pengetahuan
Sosial. Universitas Terbuka
Saripudin,
U W. (1989). Konsep dan Masalah
Pengajaran Ilmu Sosial di Sekolah Menengah. Jakarta: Depdikbud, Dikjen
Dikti. Proyek Pengembangan LPTK.
Myers,
C. B. et.al. (2000). National Standards
for Social Studies Teacher 1. Washington DC: National Caouncil for The
Social Studies.
Myers,
C. B. et.al. (2000). National Standards
for Social Studies Teachers 2. Program Standards for The Initial preparation of
Social Studies Teachers, Washington DC: national Council for The Social
Studies.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar